Interracial - Part II
submitted August 15, 2007
Categories: Interracial
- This story was written in Indonesian.-
Cerita ini ditulis berdasarkan pengalaman dan imajinasi seorang teman. Terima kasih atas idenya. Apabila ada diantara pembaca yang juga ingin memberikan ide fantasi atau pengalaman seru kalian, tulis saja ke tulissurat@gmail.com. Ditunggu ya, dan semoga anda suka dengan cerita ini.
Interracial – hubungan antara 2 ras atau lebih yang berbeda.
Part II.
Sejak keterbukaan Steve kepada saya, kami menjadi lebih dekat. Dikarenakan pekerjaannya yang sama dan demi menghemat uang tempat tinggal, kami memutuskan untuk tinggal bersama. Kami mencari tempat tinggal baru yang tidak jauh dari lokasi sekarang. Tempat yang saat itu kutinggali adalah sebuah kamar studio. Cukup memang, namun sudah saatnya juga saya mencari suasana baru setelah 2 tahun di tempat yang sama. (Lagipun apa jadinya bila kedua orang tuaku datang berkunjung?)
Perhatian Steve kepadaku menjadi sangat lebih. Sebelum pergi ke toko, ia membuatkan sarapan dengan segelas juice jeruk. Sarapan yang umum untuk orang Eropa. Masih agak aneh memang untukku, tapi aku sangat menghargai niat baiknya. Walau ia mencintaiku, ia tidak pernah berbuat sesuatu yang kurang sopan. Ia menghargai aku sepenuhnya.
Selagi sibuk dalam kuliah dan skripsiku, ia juga sangat membantu dalam bahasa maupun tambahan referensi. Untungnya kedua pemilik suami istri toko buku itu juga sangat baik. Mereka meminjamkan buku – buku yang bisa kupakai untuk penulisan skripsi. Jadwal kerjaku sudah mulai kukurangi untuk lebih memfokuskan diri pada pelajaran. Baik kedua pemilik itu maupun steve sangat kagum akan keteguhanku dalam belajar.
Pernah suatu ketika aku sakit panas, Steve memarahiku karena aku tidak perhatian pada kesehatanku sendiri. Tidak kuasa aku menangis (aku bukan tipe yang mudah menangis) karena perhatiaannya…dan kukecup bibirnya. Ia terkejut karena tidak menyangka hal ini akan terjadi.
“Kamu baru saja menciumku,” ujar Steve.
“Ya. Aku tidak tahu mengapa, namun sepertinya ini adalah yang seharusnya aku lakukan dari dasar hati ini.”
Steve kemudian memeluk dan menciumku kembali. Kami tidur bersama malam itu. Keesokan harinya, di udara yang sangat dingin, aku tidur dan terbangun diatas dadanya yang bidang. Tak kusangkan bahwa aku telah melewati malam bersama dengan seorang lelaki yang menyukaiku, yang kuanggap sebagai teman dekatku, atau kini pacar?
Ia bangun dan tersenyum manis. Ia lalu memberikan kecupan di bibir kemudian berkata, “Selamat pagi”. Aku pun membalasnya.
“Bagaimana tidurmu? Sepertinya badanmu sudah agak baikan. Sekarang kan hari Sabtu, sebaiknya hari ini kamu beristirahat lagi saja,” Jelas Steve. Ia lalu melanjutkan pertanyaan yang masih membuat hatiku berdetak cepat, “Lalu bagaimana dengan kita? Apa kita sekarang sudah bisa disebut ‘pacar’?”
Tanpa berpikir 2 kali aku menjawab, “Sepertinya demikian. Maafkan aku apabila aku masih canggung.” Ia pun kembali memberikan kecupan di bibirku. Pagi itu, sebelum berangkat ke toko, ia membuatkan bubur untuk makan siang setelah membuatkan sarapan.
Desember datang. Cuaca semakin dingin dengan turunnya salju. Sering kali, setelah pulang bekerja sambilan bersama dengan Steve, kami bergandengan tangan di gang yang cukup sepi. Tidak lupa, ia menciumku dengan pelukannya yang hangat dan lidahnya yang nakal. Tentunya kubalas dengan permainan lidah yang kupelajari darinya. Setelah lebih dari 2 minggu kami jadian, kami tidak pernah melakukan hubungan sex sekalipun. Dan ia juga tidak pernah memintanya.
Seminggu sebelum natal, aku mengajak Steve untuk pergi liburan natal di pedesaan selama 3 hari kemudian menghabiskan sisa akhir tahun di Bristol, dimana saudaraku mengundang makan malam. Di bungalow kecil di daerah pedesaan itulah aku memberikan hadiah paling spesial untuknya (juga untuk diriku sendiri), yang tidak lain adalah keperjakaan dan keperawananku.
End of part II.